Rabu, 16 Juni 2010

Pura Rambut Petung

Pura Rambut Petung terletak di Desa Pakraman Pesedahan, Kecamatan Manggis, Karangasem dipercaya se- bagai pura Kahyangan Jagat stana Batara/Dewa Sangkara. Masyarakat setempat percaya guna mohon per- lindungan agar terhindar dari marabahaya, menggelar persembahyangan mengayu-ayu. Seperti menghindari usaha peternakan ayam dari wabah flu burung, digelar mengayu-ayu, tirtha dimohon dari pura ini lalu dipercik kan ke pekarangan dan lokasi kandang peternakan.
 
Selama ini selain pangempon utama krama Desa Pakraman Pesedahan, juga pura setempat disungsung dari krama di desa sekitarnya seperti Tenganan Dauh Tukad, Sengkidu termasuk Nyuh Tebel dan sekitarnya. Klian Desa Pakraman Pasedahan Nyoman Wage, S.H. belum lama ini di desa setempat mengatakan, pura ini sudah diketahui keberadaannya tahun 1021. Hal itu dapat dibuktikan dari prasasti dan teks yang diterjemahkan dari Leiden, Belanda baru diperoleh 1985.

Dulu raja Bali yang berpusat di Gelgel, Klungkung ketika masa pemerintahan Ida Dalem Pasuruan, mengutus I Gusti Ngurah Tenganan serta empat pengiring dan pasukannya menjaga dan mapekeling (mengingatkan) kepada raja dan menggelar upacara di pura yang berlokasi di pebumian Pesedahan. Mereka kini dipercaya sebagai leluhur krama Pesedahan. Pura ini berlokasi di kaki Bukit Dulun Petung.

Disebutkan, setelah Dukuh De Mangku kalah perang dalam peperangan yang berkecamuk sekitar enam bulan, I Gusti Ngurah Tenganan menemukan tiga KK krama yang masih ada. Dengan jumlah krama yang terbatas, dirasakan tak cukup membentuk desa pakraman. Lantas dimohonkan krama kepada Raja Karangasem dan mereka ditempatkan di mel kelod (di selatan pusat desa) yang kini diperkirakan Banjar Karanganyar. Mereka itu diperkirakan berasal dari Subagan, Seraya, Perasi dan Macang.

Sampai kini, diketahui dua kali upacara besar yakni 100 tahun lalu, serta terakhir karya ngenteg linggih, nubung padagingan tahun 2005. Hal itu melihat dari kemampuan krama panyungsung.
Karya tahun 2005 itu disaksikan keturunan raja atau keluarga Puri Karangasem seperti AAB Ngurah Agung serta Cokorda Klungkung. Itu upacara yang berdasarkan petunjuk dari lontar yang ada. Sementara pujawali rutin tiap enam bulan saat Umanis Galungan. ‘Ketika itu dari Tenganan Dauh Tukad mengaturkan wewalian berupa gambang,’ ujar Wage.

Dikatakan, penyungsung pura itu kini lebih dari 500 KK. Pamangku di pura ini yakni Mangku Gede Nengah Sujati dan Mangku Ayu Nengah Supadmi. Sementara saat pujawali atau karya besar dibantu paguyuban pemangku di Pesedahan yakni 32 orang, terdiri atas para pemangku kahyangan desa, pemaksan dan dadia.
Di mana menjelang aci sambah, kata Wage, di Desa Tenganan Dauh Tukad atau Sengkidu, biasanya mendak tirtha di Pura Rambut Petung. Di pura ini dipercaya sebagai Stana Dewa/Batara Sangkara serta di kalangan krama penyungsung setempat dimanifestasikan Batara Gede Lingsir Rambut Petung.

Di antara sekian bangunan/pelinggih, terdapat Meru Tumpang Siya (sembilan) di kanan dan kiri ada Pelinggih Gaduh, tiga buah Padmasana masing-masing dua menghadap ke selatan dan satu ke barat.
Ada juga Gedong Sari, pelinggih putra-putri seperti Pelinggih Batara Ayu, Pelinggih Batara Segara, Batara Majapahit. Dibuatkan juga Pelinggih Batara di Sengkidu dan Mendira ketika tangkil ke ajine di Pura Ramput Petung.

Mohon Kesejahteraan
Wage mengatakan, sejumlah tokoh pernah tangkil dan mendapat panugerahan atau paica. Pamedek dari Lombok juga pernah ngaturang pakemit di pura ini. Selain itu, masyarakat Pesedahan dan sekitarnya mempercayai mohon perlindungan dan kesejahteraan akan terkabul. Ini terbukti, saat wabah flu burung atau gerubug ayam di daerah lain dan luar Bali, pengusaha peternakan ayam ras di Pesedahan tak sampai rugi besar. Bahkan bisa dibilang terhindar dari kematian massal akibat wabah.

Saat menangkal gerubug ayam, peternak menggelar upacara mengayu-ayu, mohon tirtha perlindungan dan air suci itu dipercikkan di rumah, keluarga dan sekitar areal usaha peternakan. Puluhan usaha peternakan ayam ras dari skala besar dan kecil merupakan andalan masyarakat Pesedahan dalam menghidupkan perekonomian krama-nya.
Saat puwajali, kata Wage, pamedek berdatangan dari luar desa seperti Selumbung, Padangkerta, Perasi dan Subagan Amlapura. Saat itu areal parkir tak memadai. Kini pangempon pura setempat merencanakan memugar panyengker keliling 225 meter dengan rencana anggaran sekitar Rp 500 juta.

Kahyangan Jagat
Pura ini oleh prajuru setempat diyakini sebagi kahyangan jagat. Hal itu termuat dalam Lontar Mpu Kuturan dan Lontar Padma Buana. Dalam Lontar Mpu Kuturan disebutkan dengan terjemahan (dikutip dari Proposal Pembangunan Penyengker Pura Kahyangan Jagat Rambut Petung Desa Pakraman Pesedahan).
Di sana juga dijelaskan, tata cara melakukan persembahyangan bagi sang tri wangsa utama, brahmana, ksatria ratu yang boleh disembahnya Batara di sad kahyangan yang dibangun oleh brahmana dahulu, ksatria ratu beserta para menteri, wesya, sudra, yaitu Batara Giri Jagatnata, Batara Siwa Raditya, Batara Brahma, Wisnu, Iswara, stana Batara Siwa, Sadha Siwa, Parama Siwa dan Rambut Basukih, Erjeruk, Uluwatu, Watukaru, Pakendungan, Gowa Lawah, Rambut Petung, Tampakhyang, Sakenan, Panataran, itu sama-sama boleh disembah olehnya di samping juga menyembah leluhur yang sudah memasuki alam dewata dari sejak dulu, keturunan dari Batara Dwijendra, yang demikian itu tidaklah menyebabkan dosa baginya.

Sementara dalam Lontar Padma Buana disebutkan dengan terjemahan, keterangannya, sad winayaka (kelompok enam dewa) dinamai sad kahyangan sthana batara berbentuk padma di bumi, di Pulau Bali disungsung oleh Sang Bhuta Berdua. Selanjutnya tempat Batara Berdua menetap, inti padma di bumi bagaikan dasarnya alam, maka didirikan empat pura, maka itu genaplah sad kahyangan di Pulau Bali, juga berasal dari perhitungan Panca Brahma dalam batin sebagai berikut.

Sang yaitu sadya, aksobhya, Iswara jugalah dia arahnya di timur, letaknya di Pura Gunung Tampakhyang. Bang atau bhamadewa, ratnasambhawa, Brahma jugalah dia arahnya di selatan, letak puranya di Gunung Andakasa. Tang yaitu tat purusa, amittaba, Mahadewa juga dia arahnya di barat, letak puranya di Gunung Watukaru. Ang yaitu aghosa, amoghasidi, Wisnu jugalah dia, arahnya di utara letak puranya di Pura Gunung Pagadungan Tungtung.

Ing yaitu Isana, Siwa Wairocana letak puranya di tengah menjadi Batara Pratiwi bagaikan dasar berstana di Dalem Puri lalu dibuatkan pura sebagai sudut-menyudut berasal dari perhitungan pancaaksara yaitu. Nang, Maheswara terletak di tenggara berstana di Gowa Lawah. Mang, Ludra terletak di barat daya berstana di Pejeng. Sing, Sangkara di barat lfsaut letaknya di Rambut Petung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar